Kisah Arloji Yang Hilang
Kisah Arloji Yang Hilang
Sebuah tulisan dari Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Prof. Dr. Komaruddin Hidayat yang sangat relevan untuk kita 'heningkan'. KomarudinhidayatAlkisah, terdapat seorang tukang kayu kehilangan arloji yang sangat dicintainya, diduga terjatuh dan terbenam di tumpukan serbuk kayu. Maka dia mencari-cari dan membongkar tumpukan kayu itu, tetapi tidak juga ketemu. Teman-temannya pun ikut membantu bongkar sanabongkar sini, tetapi tidak juga berhasil menemukannya. Ketika tiba waktu makan siang, tukang kayu itu pun meninggalkan tempat kerjanya dengan perasaan kecewa dan kesal, mengapa jam kesayangannya hilang. Saat itu, ada seorang anak yang dari tadi memperhatikan tukang kayu mencari arlojinya yang hilang, lalu mendekat. Tak lama kemudian anak tadi berhasil menemukan arlojinya. Ketika menerima arloji itu, tukang kayu heran dan bertanya, apa yang dilakukan sehingga dengan cepat menemukan jam tangan itu. Anak tadi menjawab: “Tadi aku hanya mendekat dan duduk di lantai. Aku pejamkan mata, mendengarkan keheningan, lalu terdengar detak jarum arloji. Suaranya jelas sehingga aku telusuri dari mana arah suara itu. Akhirnya aku menemukan arloji itu.” Jadi, yang membantu menemukan arloji tadi adalah keheningan sehingga suara jarum arloji yang lembut pun terdengar, sementara tukang itu mencarinya dengan emosi, dengan buru-buru. Kisah singkat ini mengandung dua hal yang sangat penting dalam kehidupan sehari-hari. Yang pertama adalah arloji, yang memberikan arah dan peta perjalanan waktu. Jika ditarik lebih luas lagi, bayangkan, apa yang akan terjadi dengan kehidupan seseorang jika tidak memiliki peta serta arah kehidupan. Dia tidak tahu berada di titik koordinat mana dan hendak melangkah ke mana hidupnya. Siapa pun yang masuk dalam dunia bisnis, politik, pendidikan, dan dunia lain mesti tahu di mana dia berada dan tren apa yang tengah terjadi, lalu kita hendak membuat pilihan apa. Kedua adalah keheningan. Suasana hati dan pikiran yang tenang dan jernih sehingga menimbulkan ketajaman dalam memandang lingkungan agar menghasilkan respons yang tepat. Betapa banyaknya agenda dan persoalan hidup yang kita hadapi setiap hari sehingga kita mesti memiliki visi dan arah yang akurat sebagaimana akurasi jarum jam menunjukkan waktu. Untuk membuat keputusan, diperlukan ketelitian dan keheningan hati, pikiran dan sikap. Makanya orang tua selalu memberi nasihat: “Yang hati-hati kalau menyeberang jalan. Yang hati-hati dan teliti kalau memilih dan membeli barang.” Dan seterusnya. Berbagai pengumuman pun biasa diawali dengan kalimat: “Mohon per-hati-an!” Jadi betapa pentingnya keheningan hati dilibatkan dalam setiap tindakan agar tidak salah pilih dan menyesal kemudian. Sekarang ini setiap saat kita diberondong dan dibanjiri berita, iklan, gosip, rumor, dan tawaran pinjaman uang dari bank. Kita dibuat bingung untuk membedakan berita yang benar dan salah, yang mencerahkan pikiran dan yang menyesatkan. Begitu keluar rumah atau menonton televisi langsung dihadang iklan yang menawarkan produk, semuanya menjanjikan kemudahan dan kenikmatan hidup. Terhadap itu semua, kita perlu belajar pada perilaku anak kecil yang menemukan arloji. Duduk tenang, hati dan pikiran biarkan mendengar dan berbicara, jangan nafsu yang mengendalikan dan mendikte keputusan kita. Perlu jeda untuk mendengarkan suara hati sebelum memberikan respons karena setiap respons akan membawa implikasi dan tanggung jawab (responsibility) terhadap apa yang diputuskan. Memasuki tahun politik 2014, pengetahuan, keluasan wawasan, pikiran kritis, dan keheningan hati mesti dipadukan. Ibarat masuk pusat perbelanjaan, banyak barang dagangan yang menggoda, masingmasing diiklankan sebagai yang terbaik. Begitu pun dalam panggung politik, banyak parpol yang ditawarkan serta politisi yang mengiklankan diri, terdapat beberapa pilihan di depan kita. Satu, akan golput, kedua, asal memilih berdasarkan bujuk rayu iklan, ketiga, dengan pertimbangan kritis dan keheningan hati. Tiap pilihan memiliki implikasi moral dan politik dalam kehidupan bernegara. Memilih wakil rakyat, bupati, gubernur, dan presiden bukan sekadar memilih dan membeli arloji sebagai penunjuk waktu atau kompas penunjuk arah. Lebih dari itu mereka adalah pemimpin yang dituntut mengarahkan, menggerakkan, dan mewujudkan keinginan dan cita-cita rakyat agar tercapai kehidupan yang sejahtera, maju, dan damai. Oleh karenanya dalam panggung politik yang diperlukan bukan sekadar keheningan, tetapi juga sikap kritis dan partisipasi kita semua untuk selalu menyuarakan kebenaran dan keadilan sebagai kekuatan kontrol dan masukan bagi para penyelenggara pemerintahan, baik di tingkat pusat maupun daerah. Di atas semuanya, apa pun sikap kita untuk merespons berbagai pilihan dan tantangan, keheningan dan ketulusan hati mesti dihadirkan agar nantinya tidak terjadi penyesalan dan ujungnya kita serahkan kepada Tuhan pemilik dan penguasa jagat semesta. sumber: http://uinjkt.ac.id/index.php/category-table/2690-kisah-arloji-yang-hilang-.html